Uang dan Emosi?

Banyak orang belum menyadari bahwa emosi sangat mempengaruhi semua pengambilan keputusan dan perilaku kita. Termasuk pola perilaku kita terhadap uang.

Kita seringkali berpikir bahwa logika dan pertimbangan intelektual yang membuat kita bisa mengambil keputusan. Namun, kenyataan membuktikan berbeda. Berapa kali Anda sudah tahu bahwa uang Anda sudah habis namun tetap saja memutuskan membeli Handphone baru? Berapa kali Anda tahu bahwa cicilan kartu kredit Anda sudah sulit terbayar namun tetap saja Anda menggesek untuk makan enak dan shopping?

Bukankah secara logika Anda sudah tahu untung-rugi dan semua konsekuensinya? Namun kenapa tetap saja keputusan akhir Anda adalah membeli?

Emosilah aktor di balik semuanya.

Setiap manusia memiliki pola emosi tertentu untuk situasi tertentu. Termasuk menghadapi uang. Pola emosional Anda terhadap uang bisa berbeda dengan pola emosional saya terhadap uang. Itu sebabnya, Anda akan menemukan orang-orang yang pelit habis dan di saat bersamaan ada pula orang-orang yang royal abis sampai uangnya habis melulu setiap akhir bulan. Ini bukan hanya sekedar kepribadian semata, ini sudah berkaitan dengan POLA EMOSIONAL!

Lalu, dari manakah semua pola emosi ini datang?

.

1. Menduplikasi pola sang figur
Kita cenderung berperilaku mirip seperti orang tua kita, termasuk dalam keuangan. Ini bukan berarti secara gen semuanya menurun, melainkan justru persentase yang lebih besar adalah, kita sejak kecil secara Subconcious, menduplikasi apa yang dilakukan orang tua kita. Karena saat kita kecil, orang tua adalah figur utama bagi kita. Bisa saja, orang tua tidak menjadi figur.

Bisa saja orang lain yang menjadi figur (kakek, guru, atau BAHKAN PEMBANTU!). Tergantung siapa yang menjadi figur utama waktu kita kecil dan bagaimana perilaku mereka terhadap uang, maka itulah yang cenderung Anda duplikasi dan semakin permanen saat Anda dewasa karena tidak ada yang mengintervensi pola itu.

.

2. Belajar dari pengalaman
Kejadian-kejadian di sepanjang hidup juga bisa membentuk pola emosi kita. Misalnya, Anda sudah menduplikasi orang tua Anda yang gemar menyumbang ke banyak orang, namun seiring perjalanan hidup, setiap Anda menyumbang justru Anda malah dikhianati oleh orang yang Anda tolong. Semakin emosional kejadiannya, semakin kuat efeknya. Dan kejadian emosional yang Anda alami bisa mengubah pola emosi Anda. Bisa jadi Anda mulai pelit dan tidak mau lagi menyumbang karena Anda merasa itu tidak ada gunanya.

Atau, misalnya suatu saat Anda baru membeli sebuah Handphone baru dan teman-teman Anda begitu kagum dan terpesona dengan Anda. Sejak saat itulah pikiran bawah sadar Anda berkata “wah, kalau punya barang-barang baru, kamu bisa dihormati dan diagung-agungkan!” Itu sebabnya mulai hari itu Anda jadi membabi buta mengejar trend terbaru. Apalagi kalau background emosional Anda kurang penghargaan, maka itu akan semakin menguatkan pola “boros” yang saya tulis di atas.

.

3. Belief yang ditanam berulang-ulang
Pola emosi juga terbentuk dari sebuah keyakinan yang ditanamkan berulang-ulang. Misalnya, kebetulan Anda bergabung di lingkungan teman-teman yang semuanya meyakini bahwa menabung itu percuma. Setiap hari Anda di’cekoki’ dengan keyakinan bahwa menabung itu percuma. Maka bukan tidak mungkin lama-kelamaan Anda pun juga meyakini bahwa menabung itu percuma, sehingga Anda selalu menghabiskan uang Anda di akhir bulan.

Anda sudah bisa melihat bukan? Kemampuan Anda mengelola emosi dan membereskan pola-pola emosi yang keliru akan sangat mempengaruhi pola keuangan Anda dan bahkan mempengaruhi kecepatan Anda menjadi kaya atau tidak!

Bagaimana pola keuangan Anda? Bagaimana pola emosi Anda terhadap uang?

.

Salam,
Josua Iwan Wahyudi
Master EQ Trainer Indonesia
twitter: @josuawahyudi

.


*Pelajari lebih dalam pengelolaan keuangan dengan pengelolaan emosi bersama Wealth Planner Senior Indonesia: Aidil Akbar di EQ Conference 2011*

bagikan info menarik ini!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *