Suatu hari saya sedang makan bersama beberapa teman di sebuah resto. Dalam salah satu menunya, resto ini menyajikan sebuah menu yaitu nasi goring hitam. Dalam fotonya memang nasi goreng itu berwarna benar-benar hitam, dan inilah salah satu menu andalan yang membuat resto ini cukup dikenal.
Kebetulan, kunjungan itu adalah untuk pertama kalinya kami ke resto itu. Saat pertama kali melihat menu nasi goring hitam, saya merasa sangat tertarik dan penasaran untuk mencobanya. Namun, di saat yang bersamaan istri saya justru merasa “jijik” dengan nasi goring hitam ini. Padahal, biasanya saya adalah tipe konservatif dalam hal makanan sedangkan istri saya adalah tipe eksperimental yang gemar mencoba berbagai jenis makanan. Namun, hari itu, yang terjadi adalah kebalikannya.
Mengapa ini bisa terjadi? Kami berdua sama-sama belum pernah mencicipi nasi goring hitam ini. Mengapa saya bisa merasa tertarik dan berselera sedangkan istri saya merasa jijik dan tidak ingin makan. Inilah faktanya: ternyata persepsi kita SANGAT menentukan perasaan kita. Istri saya berpikir hitam adalah warna yang identik dengan kotor, sehingga ketika ia melihat foto nasi goring hitam, benaknya berpikir “ini seperti nasi yang kotor…” dan karena itulah ia merasa jijik memakan “kotoran”. Sementara bagi saya, warna hitam tidak berarti apa-apa dan saya berpikir, “menarik sekali, belum pernah ada nasi goring seperti ini, jadi pengen tahu bagaimana rasanya…” Karena itu saya merasa bersemangat mencobanya.
Kekuatan Persepsi
Pernahkah Anda bertemu dengan seseorang yang baru Anda kenal dan Anda merasa tidak senang dengan orang itu karena wajahnya mirip dengan orang lain yang pernah menyakiti Anda? Inilah salah satu contoh dimana persepsi bisa mempengaruhi perasaan kita. Dan seperti yang pernah saya tulis di artikel sebelumnya, perasaan Andalah yang menggerakkan kebanyakan dari keputusan dan tindakan Anda.
Itu sebabnya juga kadangkala orang bisa benci (atau jatuh cinta) pada orang yang belum begitu ia kenal karena ia bermain dengan persepsinya. Pernahkah Anda mendengar kisah mengenai 2 orang salesman sepatu yang ditugaskan berjualan di sebuah pulau terpencil yang penduduknya sama sekali belum mengenal apa itu sepatu. Salesman pertama memiliki persepsi, “mereka belum pernah tahu apa itu sepatu, pasti susah jualan sepatu disini…” sementara salesman kedua memiliki persepsi, “mereka belum pernah memakai sepatu… Ini kesempatan untuk memperkenalkan pada mereka!”
Bisa ditebak perasaan seperti apa yang muncul pada kedua salesman itu. Salesman pertama menjadi demotivasi, malas, pesimis, dan tidak berniat jualan. Sedangkan salesman kedua menjadi bersemangat, optimis, dan antusias. Hanya karena persepsi, emosi seseorang bisa berubah dengan cepat dan tentu saja tindakan mereka bisa menjadi berbeda.
Karena itu, penting sekali untuk Anda mulai aware dengan persepsi apa yang muncul dalam pikiran apa. Cobalah mulai meneliti apakah persepsi itu sudah teruji kebenarannya? Apakah persepsi itu mendukung Anda untuk menjadi lebih baik? Sebelum Anda memusuhi dan menyakiti perasaan seseorang, telitilah apakah persepsi Anda memang sudah terbukti? Atau hanya sekedar persepsi tanpa dasar?