Adakah hubungan antara keduanya? Hm… Sebenarnya tidak, namun sebuah perceraian pernah terjadi pada sebuah pasangan gara-gara ketika suatu malam sang istri sedang ingin “bermesraan” tapi si suami sedang asyik-asyiknya melotot di depan layar televisi dan tidak menangkap “sinyal-sinyal” yang dilontarkan sang istri.
Akibat peristiwa ini, sang istri menjadi kecewa dan marah sehingga dengan impulsif ia segera mematikan televisi dan berdiri di depan suaminya. Tentu saja si suami secara spontan terpicu kemarahannya dan adegan berikutnya Anda sudah bisa menebaknya: sebuah pertengkaran hebat! Sang istri merasa suaminya lebih mencintai 22 laki-laki berseragam yang berebutan 1 bola, sedangkan si suami merasa istrinya tidak memberinya ruang pribadi dan tidak bisa mengerti bahwa ini adalah event 4 tahun sekali! Si suami merasa kalau hanya sekedar bermesraan kan bisa dilakukan kapan saja, tapi world cup hanya terjadi jarang-jarang!
Dalam buku saya, “2 Species 1 Love”, saya sempat menjelaskan kenapa sepak bola bisa begitu menarik bagi pria sedangkan para wanita lebih tertarik melihat wajah ganteng dan otot macho pemainnya ketimbang melihat sepak bola’nya itu sendiri. Salah satu alasannya karena pria memang menyukai hal-hal yang berhubungan dengan kemampuan spasial dan berhubungan dengan kompetisi, dan kebetulan olah raga sepak bola menyediakan tontonan terhadap 2 hal tersebut.
World Cup With EQ?
Event World Cup memang fenomenal. Demam piala dunia bisa membuat orang-orang rela bergadang dan meninggalkan semua aktifitas demi nongkrong 2 jam di depan televisi. Sebagai trainer EQ, saya melihat fenomena ini sebenarnya adalah ujian yang baik untuk kematangan emosional kita. Kadangkala kita kehilangan kemampuan berpikir panjang karena terlanjur terdesak oleh keinginan untuk memuaskan perasaan nonton kita. Banyak orang rela bergadang nonton padahal ia tahu besok harus melakukan presentasi penting. Akibatnya ia kurang tidur, tidak bisa konsentrasi, dan presentasinya tidak sukses. Perasaan ingin nonton World Cup telah mengendalikan dirinya.
Banyak orang rela melepas waktu berkualitas dengan keluarganya demi nongkrong di depan televisi, terhipnotis oleh 22 pria berseragam itu, dan tidak peduli dengan apa yang terjadi di sekelilingnya, padahal anaknya ingin bermain dengannya dan penolakan yang ia lakukan membuat sang anak kecewa dan terluka. Padahal jika dipikir-pikir, kalau toh tim jagoan kita menang, apakah yang kita dapatkan? (Kecuali bagi Anda para penjudi pastinya dapat uang!). Buat apa kita bersenang-senang tim kita menang tapi berantem dengan istri/suami kita? Buat apa kita puas nonton tapi besoknya pekerjaan kita kacau dan kepercayaan bos pada kita menurun? Buat apa kita happy nonton bola tapi anak kita dikecewakan?
Tentu saja artikel ini bukan menyuruh Anda untuk berhenti nonton World Cup. Memang ini adalah event langka yang sayang dilewatkan. Namun, marilah kita menikmati World Cup dengan EQ yang cerdas. Tetaplah memikirkan konsekuensi-konsekuensi hobi Anda. Pertimbangkan setiap pengorbanan yang Anda lakukan demi nonton World Cup dan pikirkan apa konsekuensinya. Yang terpenting adalah Anda tahu konsekuensinya dan tahu bagaimana menghadapi konsekuensi tersebut.
So, selamat menonton World Cup dengan kecerdasan emosi!
Hidup Inggris! (btw, siapa jagoan Anda?)